بسم الله الرحمن الرحيم

Senin, 30 November 2009

contoh dari beberapa hikayat

Hikayat abu nawas dan lelaki kikir


Syahdan,disuatu masa hidup seorang laki2 yang punya sifat kikir (pelit).ia mempunyai sebuah rumah yang cukup besar.didalam rumah itu dia tinggal bersama seorang istri dan 3 orang anaknya yang masih kecil2.laki2 ini merasa rumahnya sudah sangat sempit dengan keberadaannya dan keluarganya.namun,untuk memperluas rumahnya,sang lelaki merasa sayang untuk mengeluarkan uang.ia putar otak bagaimana caranya agar ia bisa memperluas rumahnya tanpa mengeluarkan banyak.akhirnya,ia mendatangi abunawas,seorang cerdik dikampungnya.pergilah ia menuju rumah abu nawas.
si lelaki : “salam hai abunawas,semoga engkau selamat sejahtera.”
abu nawas : “salam juga untukmu hai orang asing,ada apa gerangan kamu mendatangi kediamanku yang reot ini ?”
si lelaki lalu menceritakan masalah yang ia hadapi.abunawas mendengar dengan seksama.setelah si lelaki selesai bercerita,abunawas tampak tepekur sesaat,tersenyum,lalu ia berkata :
“hai fulan,jika kamu menghendaki kediaman yang lebih luas,belilah sepasang ayam,jantan dan betina,lalu buatkan kandang didalam rumahmu.3 hari lagi kau lapor padaku bagaimana keadaan rumahmu.”
si lelaki bingung,apa hubungannya ayam dengan luas rumah,tapi ia tak membantah.sepulang dari rumah abunawas,ia membeli sepasang ayam,lalu membuatkan kandang untuk ayamnya didalam rumah.
3 hari kemudian,ia kembali kekediaman abunawas,dengan wajah berkerut.
abunawas : “bagaimana fulan,sudah bertambah luaskah kediamanmu?”
si lelaki : “boro boro ya abu.apa kamu yakin idemu ini tidak salah?rumahku tambah kacau dengan adanya kedua ekor ayam itu.mereka membuat keributan dan kotorannya berbau tak sedap.”
abu nawas : “( sambil tersenyum ) kalau begitu tambahkan sepasang bebek dan buatkan kandang didalam rumahmu.lalu kembali 3 hari lagi.”
silelaki terperanjat.kemarin ayam sekarang bebek,memangnya rumahnya peternakan?.atau sicerdik abunawas ini sedang kumat jahilnya?namun seperti pertama kali,ia tak berani membantah,karena ingat reputasi abunawas yang selalu berhasil memecahkan berbagai masalah.pergilah ia ke pasar,dibelinya sepasang bebek,lalu dibuatkannya kandang didalam rumahnya.
setelah 3 hari ia kembali menemuai abunawas.
abu nawas : “bagaimana fulan,kediamanmu sedah mulai terasa luas atau belum ?”
si lelaki : “aduh abu,ampun,jangan kau menegerjai aku.saat ini adalah saat paling parah selama aku tinggal dirumah itu.rumahku sekarang sangat mirip pasar unggas,sempit,padat,dan baunya bukan main.”
abunawas : “waah,bagus kalau begitu.tambahkan seekor kambing lagi.buatkan ia kandang didalam rumahmu juga.lalu kembali kesini 3 hari lagi.”
si lelaki : “apa kau sudah gila abu ?kemarin ayam,bebek dan sekarang kambing.apa tidak ada cara lain yang lebih normal?”
abunawas : “lakukan saja,jangan membantah.”
lelaki itu tertunduk lesu,bagaimanapun juga yang memberi ide adalah abunawas,sicerdik pandai yang tersohor.maka dengan pasrah pergilah ia ke pasar dan membeli seekor kambing,lalu ia membuatkan kandang didalam rumahnya.
3 hari kemudian dia kembali menemui abunawas
abunawas : “bagaimana fulan ? sudah membesarkah kediamanmu ?”
si lelaki : “rumahku sekarang benar2 sudah jadi neraka.istriku mengomel sepanjang hari,anak2 menangis, semua hewan2 berkotek dan mengembik,bau,panas,sumpek,betul2 parah ya abu.tolong aku abu,jangan suruh aku beli sapi dan mengandangkannya dirumahku,aku tak sanggup ya abu.”
abu nawas : “baiklah,kalau begitu,pulanglah kamu,lalu juallah kambingmu kepasar,besok kau kembali untuk menceritakan keadaan rumahmu.”
si lelaki pulang sambil bertanya2 dalam hatinya,kemarin disuruh beli,sekarang disuruh jual,apa maunya si abunawas.namun,ia tetap menjual kambingnya kepasar.keesokan harinya ia kembali kerumah abunawas.
abu nawas : “bagaimana kondisi rumahmu hari ini ?”
si lelaki :”yah,lumayan lah abu,paling tidak bau dari kambing dan suara embikannya yang berisik sudah tak kudengar lagi.”
abu nawas : “kalau begitu juallah bebek2mu hari ini,besok kau kembali kemari”
si lelaki pulang kerumahnya dan menjual bebek2nya kepasar.esok harinya ia kembali kerumah abunawas
abunawas : “jadi,bagaimana kondisi rumahmu hari ini?”
si lelaki : “syukurlah abu,dengan perginya bebek2 itu,rumahku jadi jauh lebih tenang dan tidak terlalu sumpek dan bau lagi.anak2ku juga sudah mulai berhenti menangis.”
abunawas.bagus.”kini juallah ayam2mu kepasar dan kembali besok ”
si lelaki pulang dan menjual ayam2nya kepasar.keesokan harinya ia kembali dengan wajah yang berseri2 kerumah abunawas
abunawas : “kulihat wajahmu cerah hai fulan,bagaimana kondisi rumahmu saat ini?”
si lelaki :”alhamdulillah ya abu,sekarang rasanya rumahku sangat lega karena ayam dan kandangnya sudah tidak ada.kini istriku sudah tidak marah2 lagi,anak2ku juga sudah tidak rewel.”
abunawas : “(sambil tersenyum) nah nah,kau lihat kan,sekarang rumahmu sudah menjadi luas padahal kau tidak menambah bangunan apapun atau memperluas tanah banguanmu.sesungguhnya rumahmu itu cukup luas,hanya hatimu sempit sehingga kau tak melihat betapa luasnya rumahmu.mulai sekarang kau harus lebih banyak bersyukur karena masih banyak orang yang rumahnya lebih sempit darimu.sekarang pulanglah kamu,dan atur rumah tanggamu,dan banyak2lah bersyukur atas apa yang dirizkikan tuhan padamu,dan jangan banyak mengeluh.”
silelaki pun termenung sadar atas segala kekeliruannya,ia terpana akan kecendikiaan sang tokoh dan mengucap terima kasih pada abunawas…

Maharaja Ali
Tema sentral Hikayat Maharaja Ali ialah keadilan seorang raja dan kesetiaan seorang istri. Karena terlalu mencintai anaknya yang brandal. Maharaja Ali terpaksa melupakan kewajibannya sebagai seorang raja yang semestinya bertindak adil. Dalam pandangan orang Melayu selama seorang raja, walaupun tidak adil, tidak membuat keonaran dan mengganggu kehidupan rakyat maka raja yang demikian itu tidak perlu diacuhkan atau dihormati. Tetapi jika kehidupan rakyat terganggu, maka persoalannya menjadi lain.
Sinopsis Cerita: Maharaja Ali memerintah di negeri Badraga. Karena selama beberapa tahun dari perkawinannya dengan permaisuri Hasinan tidak dianugerahi seorang anak, maka dia rajin berdoa serta memohon kepada Tuhan agar dianugerahi buah hati. Tidak berapa lama kemudian permaisuri melahirkan seorang anak lelaki. Selang berapa tahun kemudian anaknya yang kedua dan ketiga lahir, juga lelaki. Seorang ahli nujum meramalkan bahwa kelak anak sulungnya akan menjadi sumber malapetaka karena perangainya yang buruk. Maharaja Ali disarankan agar membuang anaknya itu jauh-jauh dari sisinya. Saran itu diabaikan karena maharaja dan permaisuri sangat menyayangi anak-anaknya.
Ramalan ahli nujum ternyata benar. Setelah dewasa tabiat buruk Baharum Syah, anak
sulung Maharaja Ali, semakin tampak. Dia gemar membunuh, menganiaya dan memperkosa anak para pejabat dan pegawai istana, serta mengambil istri orang lain melalui jalan kekerasan. Rakyat negeri Badraga tidak tahan lagi. Dia meminta Maharaja Ali dan keluarganya pergi jauh-jauh meninggalkan negeri, seraya mengancam apabila raja tidak mau pergi maka rakyatlah yang akan meninggalkan negeri Badraga. Karena begitu kuatnya desakan rakyat, Maharaja Ali sekeluarga akhirnya pergi meninggalkan negerinya. Dalam perjalanan, di tengah hutan Maharaja Ali diserang perampok. Seluruh miliknya ludes dirampas. Anak sulungnya lari dan tersesat di hutan rimba.
Maharaja Ali serta permaisuri dan dua anaknya melanjutkan perjalanan. Mereka tiba
di negeri Kabitan. Raja negeri itu bernama Sardala. Pada suatu hari Hasinan dan dua anaknya pergi ke kota untuk minta sedekah. Seorang wazir melihat kecantikan Hasinan dan memberi tahu raja Sardala. Dengan berbagai tipu muslihat mereka memancing Hasinan masuk istana, dan menutup pintu gerbang. Dua anaknya tidak diperbolehkan masuk ke dalam. Mendengar istrinya masuk ke dalam jerat raja Sardala, Maharaja Ali sakit hatinya. Dia pun meneruskan perjalanan dengan dua anaknya yang masih kecil. Suatu hari sampailah mereka di tepi sungai besar. Maharaja Ali berusaha menyeberang tetapi disambar oleh buaya. Seketika Maharaja Ali tewas. Dua anaknya dipiara seorang penambang miskin. Sementara itu raja Serdala berusaha membujuk Hasinan supaya mau menjadi gundiknya. Untuk mengulur waktu, Hasinan menyampaikan sebuah cerita yang panjang selama berhari-hari kepada raja Sardala. Namun raja Sardala terus membujuk dan merayu Hasinan. Karena pertahanannya semakin lemah, Hasinan berdoa dan memohon agar Tuhan menjatuhkan penyakit lumpuh kepada Serdala. Dengan demikian raja itu tidak berdaya lagi untuk merayunya.
Sekali peristiwa Nabi Isa menjumpai tengkorak Maharaja Ali di tepi sungai.
Tengkorak itu bercerita panjang lebar tentang nasibnya yang malang di dunia, walaupun dia seorang raja yang pernah berkuasa, dan meminta Nabi Isa agar berdoa untuknya serta berharap Tuhan menghidupkan lagi dirinya agar bisa bertemu istri yang dicintai dan dapat memerintah kembali di negeri Badraga sebagai raja yang adil serta dicintai rakyat. Berkat pertolongan Allah s.w.t. Setelah Maharaja Ali bertobat, Nabi Isa menghidupkannya kembali dan menobatkannya menjadi raja di negeri Badraga. Kecuali itu Nabi Isa mengajari Maharaja Api ilmu kedokteran dan mujarobat. Dua putranya yang diasuh penambang tiba istana meminta sedekah. Maharaja Ali yang tidak lagi mengenalnya mengangkat mereka sebagai biduanda.
Nama Maharaja Ali sebagai penguasa yang adil di negeri Badraga dan pandai
mengobati segala penyakit, masyhur ke mana-mana. Raja Serdala yang mendengar berita itu segera pergi kepadanya untuk berobat. Maka pergilah ia bersama Hasinan berlayar ke Badraga. Raja Serdala diterima oleh Maharaja Ali dengan berbagai kehormatan, dan menyuruh dua orang biduandanya pergi ke kapal, menjaga istri raja Serdala. Setiba di kapal biduanda itu bercakap-cakap satu dengan yang lain, dan Hasinan yang secara kebetulan mendengar percakapannya itu mengetahui bahwa mereka adalah dua orang anaknya yang hilang. Penuh kegembiraan dipeluk dan diciumnya kedua anaknya itu. Maharaja Ali yang mendapat laporan tenteng kejadian itu marah dan bertindak. Dia memerintahkan agar kedua biduandanya itu dijatuhi hukuman mati.
Setelah beberapa hari dua biduanda itu meringkuk dalam penjara, baru hukuman
matinya dilaknakan. Ternyata algojo yang diberi tugas memancung kedua tahanan itu adalah Baharum Syah, anak sulung Maharaja Ali sendiri. Sangat beruntung sebelum hukuman mati dilaksanakan dua biduanda itu sempat bercakap-cakap dan percakapan mereka didengar oleh alogojo. Melalui percakapan itu Baharum Syah tahu bahwa dua biduanda itu tidak lain adalah adik kandungnya yang terpisah lama. Pagi-pagi sekali algojo menghadap Maharaja Ali dan bercerita tentang semua yang didengarnya. Kini jelaslah bagi Maharaja Ali bahwa Hasinan adalah istrinya sendiri, dua biduanda dan algojo adalah putra-putranya sendiri. Setelah raja Serdala berhasil disembuhkan Maharaja Ali menyuruhnya pulang. Raja Serdala mendapat istri baru hadiah Maharaja Ali, yakni putri seorang menteri yang tak kalah cantik dan bahkan jauh lebih muda dari Hasinan 

Keadilan dan Cinta
Mengenai hikayat ini V. I. Braginsky (2000) mengatakan, ”Isi hikayat ini ditentukan
oleh perpaduan dua tema pokok. Yang partama tema tentang raja yang sangat mencintai keluarganya sehingga melupakan kewajibannya yang asasi, yaitu menjalankan pemerintahan yang adil. Yang kedua tema tentang kesetiaan seorang perempuan. Dua tema yang saling jalin-menjalin ini, serta pertentangan-pertentangannya: (1) Berkaitan dengan tema yang pertama yaitu cinta keluarga yang berlebihan (nilainya positif) vs. pelanggaran kewajiban disebabkan oleh cinta ini (nilainya negatif); (2) Pertentangan ini memberi tekstur khusus terhadap hikayat ini yaitu konflik yang sengit dan tajam antara kewajiban dan perasaan (baca juga ‘hawa nafsu’). Yang kedua memasuki masalah etika atau moral..
Melalui kisah di atas sekurang-kurangnya tampak bahwa cinta, yang dalam banyak hal bersifat positif, tidak selamanya baik apabila bertentangan dengan kewajiban moral seseorang selaku hamba dan khalifah Tuhan di muka bumi. Seorang raja pertama-tama harus mencintai Tuhan dan kewajiban seorang pencinta ialah mematuhi perintah-Nya dengan melaksanakan amanah yang dibebankan kepadanya. Amanah utama seorang raja ialah memerintah dengan adil. Adil adalah bentuk lain dari cinta, sebab adil adalah pintu menuju kebenaran dan cinta sejati. Seorang raja menjadi adil karena cinta kepada rakyatnya, dan ini diperintahkan oleh agama.
Dalam kaitannya dengan hikayat ini, di sini relevan jika dikuti[ uraian dalam mukadimah Undang-undang Adat Minangkabau. Dalam kitab ini dikemukakan bahwa setiap orang dan segala sesuatu di muka bumi adalah raja pada tempatnya. Seorang hakim, sarjana, ulama, guru besar, sastrawan, menteri, tukang sapu, pelukis, wartawan dan lain sebagainya adalah raja pada tempatnya. Raja yang baik itu ialah raja yang adil kepada Tuhan, sesama dan dirinya sendiri. Adil berarti berbuat benar disebabkan mencintai kebenaran dan sudi melaksanakan perbuatan yang sesuai dengan kebenaran. Cinta Maharaja Ali dalam kisah yang telah dipaparkan, bukanlah cinta yang benar, karena cinta seperti itu semata-mata didasarkan oleh perasaan dan kepentingan diri sendiri dan melupakan cinta lain yang tidak kalah pentingnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip

Mengenai Saya

Foto saya
clearly visible white spots if it stains, you cover it in black, black and white ... now floating parallel,,